Rabu, 05 November 2014

Menulis Sebagai kebutuhan Hidup

Menulis Sebagai Kebutuhan Hidup Oleh : Syafruddin Nur Saya masuk IKIP Padang tahun 1977. Waktu itu program Diploma mulai dilaksanakan. Karena diawal itu baru ada Diploma 3,maka kami “terpaksa” mengambil program itu. Program S 1 belum ada. Kalaupun ada mesti menunggu 3 tahun lagi. Tunggu mahasiswa S1 yang tahun itu baru tingkat satu. Jurusan yang saya ambil di IKIP Padang adalah jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Jurusan ini saya ambil atas anjuran kakak saya yang telah menjadi guru Sebelumnya. Tetapi beliau tidak mengambil jurusan Bahasa Indonesia melainkan jurusan Sejarah. Maksud beliau menganjurkan saya masuk jurusan bahasa Indonesia karena jurusan ini bisa mendekatkan kita kepad agama. Beberapa mata kuliahnya ada yang berkaitan dengan agama Islam. Jadi ilmu agama saya ketika PGA masih bisa dikembangkan. Di samping itu, Jurusan Bahasa Indonesia bisa menggiring kita menjadi penulis seperti Hamka. Itu motivasi kakak saya ketika saya tamat PGA 6 th,untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Saya menerima saran itu. Ternyata saya lulus tes,walau menggunakan no.13. Bagi orang lain ini angka sial tapi bagi saya angka keberuntungan. Setelah mengikuti kuliah di jurusan bahasa Indonesia,ternyata minat menulis saya belum tumbuh. Bahkan sampai tamat IKIP Padang tahun 1980,tidak satupun tulisan saya yang bisa dipertanggungjawabkan sebagai orang yang menimba ilmu di bidang tulis menulis. Penyebabnya, mata kuliah saat itu lebih menitikberatkan kepada ilmu bukan keterampilan. Jadilah saya orang yang banyak menghafal teori tetapi tidak mampu mempraktekkannya. Apa lagi ketika di SD,PGA 4 th dan PGA 6 th siswa hanya disuruh menghafal nama sastrawan,menghafal jenis-jenis kalimat dan bermacam hafalan lainnya tentang kebahasaan. Kita disuruh mengingat bukan berlatih dan mengasah kemampuan berbahasa. Mengawali Menulis dengan Membaca Ketika saya telah menjadi guru bahasa Indonesia,sedikit demi sedikit kesadaran saya mulai tumbuh. Ilmu yang saya peroleh selama pendidikan tidak mungkin berkembang jika hanya mengandalkan yang ditimba waktu kuliah saja. Saya ingin anak didik yang dibina punya kebanggan terhadap bahasa Indonesia. Untuk bangga dengan bahasa Indonesia pertama anak didik itu bangga terhadap guru bahasa Indonesianya. Agar dia bangga terhadap gurunya,saya harus punya karya yang dibanggakan anak didik. Salah satu jalan adalah menulis di koran. Anak didik harus membaca karangan gurunya. Di ibu Kabupaten tempat saya tinggal(Kab.Padang Pariaman Sumatera Barat) ada satu agen majalah sastra Horison. Mulailah saya menambah wawasan saya dengan berlangganan Horison. Tidak disangka, dengan banyak membaca majalah Horison, keinginan menulis saya,mulai tumbuh. Esai sastra,esai kebudayaan,Cerpen dan puisi beserta kritik sastra yang dimuat setiap bulan di Horison adalah bahan mentah bagi saya dalam menulis. Saya masih ingat,tulisan pertama saya dimuat di harian Singgalang. Waktu itu saya terinsipirasi sebuah tulisan di majalah Horison. Penulisnya saya lupa. Penulis itu menggambarkan bagaimana susahnya menghidupkan kegiatan sastra di negeri ini. Dari uraian penulis itu lahirlah tulisan saya yang pertama di harian Singgalang berjudul”Di Sekolah, Kegiatan Sastra Pelik dan Susah”. Tulisan itu menggambarkan bagiman sulitnya mengadakan kegiatan sastra di sekolah. Pelik karena belum ada kesadaran bersastra di kalangan anak didik dan guru-guru apalagi kepala sekolah. Kesadaran ini tidak ditumbuhkan seperti menumbuhkan minat olahraga misalnya. Susah karena untuk mendapatkan dana kegiatan sastra perlu mengemis kepada kepala sekolah. Masih untung kalau kepala sekolahnya dari Jurusan Bahasa Indonesia,masih ada sedikit respon. Kalau tidak dari jurusan bahasa Indonesia,jangan harap proposal dikabulkan. Jadilah kegiatan ekstra kurikuler di sekolah hanya kegiatan olahraga. Kegiatan lain tidak ada dana. Itulah yang dikupas dalam tulisan saya itu. Kepincangan antara kegiatan sastra dan kegiatan olahraga di sekolah. Padahal kegiatan sastra tidak kalah pentingnya dari kegiatan olahraga. Tulisan Pertama Yang Membawa Kesuksesan Tulisan pertama saya muncul di harian Singgalang tahun 1983. Waktu itu telah tiga tahun saya menjadi pegawai negeri. Dengan munculnya tulisan pertama itu saya bertambah rajin membaca dan menulis. Honor tulisan yang diterima dari harian Singgalang dibelikan kepada buku-buku. Tulisan-tulisan lain yang dibuat tidak hanya dikirim ke koran Singgalang saja. Dikirim juga ke majalah Kiblat,Panji Masyarakat,Majalah Estafet dan Republika(Jakarta),Tabloid Salam(Bandung),Juga koran Sumatera Barat yang lain Semangat,Padang Pos.(Semuanya koran dan majalah itu telah almarhum)kecuali Singgalang dan Republika. Dari kepercayaan redaksi memuat tulisan yang saya buat,percaya diri saya tumbuh. Kemampuan menulis saya jadi berkembang. Tulisan saya kirim ke koran-koran lain di luar Sumatera Barat. Walau banyak yang tidak dimuat dari yang dimuat tetapi saya tidak patah semangat. Di dalam diri tertanam semangat membara pada suatu saat saya akan menjadi penulis. Bukan hanya penulis artikel tetapi juga penulis buku. Secara tekun dan langkah demi langkah,saya tapaki perjalanan menulis. Walau kadang-kadang bak gelombang laut kadang-kadang berlaun-alun,kadang menggelora,saya sebagai nakhodanya tetap berjalan mengikuti gelombang kecil dan besar. Untuk menulis harus ada mentor yang membimbing dan memotivasi. Agar proses menulis berjalan cepat,saya mengikuti bimbingan tertulis membuat buku. Di samping menyedikan buku-buku sumber untuk petunjuk menulis buku. Saya ikuti bimbingan menulis online yang dilaksanakan oleh Jonru. Ada bimbingan menulis yang diasuh oleh Hendra Sipayung. Terakhir sayabergabung dengan Forum Aktif Menulis(FAM) Indonesia,yang berkantor di Kediri. Diasuh oleh Muhammad Subhan dan Sekretaris Athiyah Nurlaela. Lahirnya Buku Pertama Artikel pertama lahir tahun 1983. Sdengkan buku pertama saya lahir tahun 2013. Memang terlalu jauh jaraknya antara kelahiran artikel pertama dengan kelhiran buku pertama. Yang penting bukan jarak waktu antara kelahiran artikel dan kelahiran buku. Kita tidak boleh berhenti berkarya. Karya pertam harusdilanjutkan dengan karya kedua. Karya kedua mendorong lahirnya karya ketiga. Itulah prinsip yang saya tanamkan dalam diri saya. Kalau dalam menulis artikel suddah ada karya kedua dan ketiga,dalam menulis buku juga demikian Bukan berarti setelah “Buah-buah Manis Membaca dan Menulis” beredar di pasaran saya tidak akan berhenti sampai di situ Ada lagi “Membaca dan Menulis Sebagai Amal Saleh”.bakal ada buku “Membaca Sastra Memberi Dorongan Untuk Bergairah Membaca dan Menulis” dan buku-buku berikutnya,Insyaallah. Buku pertama saya “Buah-buah Manis Membaca dan Menulis” saya sapkan di twngah krisi melnda kehidupan. Makanya dalam buku itu lebih banya mengambil nilai-nilaia spritual dalam membaca dan menulis. Saya butuh nilai-nilai spritual yang religius untuk dapat menenagkan gelombang kehidupan yang menimpa saya dan keluarga. Persiapannya pun terlalu panjang semenjak tahun 2005. Saat itu saya bersentuhan dengan pemikiran Mas Hernowo yang telah banyak makan asam garam dalam menulis. Pola pikir Mas Hernowo inilah yang saya kembangkan dalam buku saya itu. Pemikiran utama saya peroleh dari Mas Hernowo adalah membaca dan menulis bermanfaat untuk mengembangkan kehidupan kepda yang lebih baik. Pemikiran Mas Hernowo tentang membaca dan menulis untuk perubahan itu,saya padukan dengan ajaran Islam tentang membaca dan menulis. Buku-buku Mas Hernowo tentang membaca dan menulis telah memotivasi kreativitas membaca dan menulis saya kembali. Bahkan telah mengmebangkan diri saya dari menulis artikel berkembang menjadi menulis buku. Sambutan dari FAM terhadap tulisan-tulisan juga tidak kalah pentingnya. Jika saya hanya terbungkus di dalam kertas tanpa ada yang mau mnerbitkannya kepenulisan saya juga menjadi mandek. Apalagi tema FAM cocok dengan keininan saya yaitu menlis dengan spritual religius. Terima kasih Mas Hernowo,Terima kasih FAM semoga kita dapat menjadikan membaca dan menulis untuk memajukan bangsa Selamat berkarya. Semoga awal 2014 ini menjadi kebangkitan bagi FAM dan anggotany untuk berkarya. Kayutanam Januari 2014

1 komentar:

  1. Slot growth firms were quick to act and came up 카지노사이트 with a brilliant thought — demo slots

    BalasHapus